UMA
DAN SUKU MENTAWAI
Oleh : Laurensius, SH
Setiap
suku bangsa di Indonesia memiliki budaya dan adat istiadat sendiri,
tetapi tidak bertentangan dengan nilai-nilai norma Pancasila dan UUD
1945. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang besar dan kaya bermacam
ragam budaya-adat. Masyarakat menciptakan budayanya sesuai dengan
kehidupan dan kondisi alam mereka.
Mempelajari
Rumah adat Mentawai menjadikan kita sadar bahwa sebagai generasi
Mentawai masih banyak yang tidak kita ketahui tentang budaya kita
sendiri. Oleh karena itu kita harus mengetahui budaya-adat kita
supaya identitas kita sebagai Mentawai tetap dipertahankan dan mampu
menerapkan nilai-nilai budaya kepada generasi yang akan datang.
A. Rumah Adat
Suku Mentawai (Uma)
Rumah Adat atau
biasa disebut Uma bagi Suku Mentawai ibarat sebuah pemerintahan.
Kalau tidak ada rumah adat maka kehidupan anggota uma tidak akan
teratur. Untuk mengatur kehidupan tersebut rumah adat menjadi wadah
terbentuknya semua aturan serta kegiatan yang harus dijalankan oleh
suku yang merupakan satu keturunan.
1. Pengertian Uma
Pengertian Uma
terbagi dua, yaitu ; pertama,
uma untuk sebutan marga, dan kedua, uma yang biasa disebut rumah
adat. Uma untuk sebutan marga biasanya digunakan ketika dua orang
bertemu yang berbeda marga dan menanyakan “apakah nama uma anda ?”
Sedangkan pengertian kedua,
uma merupakan sebutan rumah adat yang bentuknya besar dan memanjang.
Uma Adalah rumah besar yang dihuni oleh beberapa keluarga yang
berasal dari satu keturunan dan berinteraksi sosial satu sama yang
lain. Secara fisik uma berbentuk paggung dan ukurannya relatif
panjang dan besar dan dindingnya terbuat dari kulit kayu (karai).
Adapun fungsi uma
bagi suku Mentawaim adalah, sebagai berikut ;
a. Sebagai tempat
tinggal dan perlindungan
b. Sebagai tempat
berkumpul dan bermusyawarah
c. Tempat
penyelenggaraan pesta adat
d. Tempat mengambil
keputusan
e. Tempat melantik
Sikereu baru
f. Tempat
terbentuknya aturan
g. Tempat
terciptanya karya
h. Pusat kehidupan
sosial, budaya, pendidikan, kesehatan dan ekonomi.
Bagian-bagian Uma
1. Orat (tangga
yang terbuat dari sebatang kayu) berfungsi untuk naik ke Uma
2. Gare, yaitu
bagian depan uma yang berfungsi untuk mencuci kaki/tangan, memotong
hewan
dan
tempat sagu untuk makan babi
3. Patitikat, yaitu
ruangan depan tanpa dinding berfungsi untuk membuat tato, meruncing
gigi,
memotong
hewan (babi)
4. Laibokat sebagai
tempat beristirahat, musyawarah dan berceritera atau bersantai
5. Sausau, sebagai
pintu utama dalam uma yang terbuat dari kulit kayu dan dijepit oleh
batang
nibung
yang telah dibelah dan diukir.
6. Abu kerei
berfungsi untuk memasak minum dan hasil buruhan, memanaskan gendang
(gajeumak).
7. Lapperat
berfungsi sebagai tempat atraksi turuk, pengobatan orang sakit dan
tempat orang
meninggal
8. Jairabbak (sayab
rumah) berfungsi untuk tempat tidur anggota uma
9. Sabbau sebagai
anti ancaman dan untuk penekan atap.
10. Kabitat sebagai
lambing uma. Biasanya hanya uma yang ada kabitat.
11. Laplap tobat
untuk merapikan atap paling depan rumah
12. Bakkat Katsaila
merupakan dasar kepercayaan seluruh anggota uma
13. Batu Kerebau
merupakan tempat persembahan seluruh anggota uma
14. Jaraik
merupakan lambing keberanian
Macam-macam bahan
tonggak uma yang digunakan oleh orang Mentawai dalam membangunan uma
adat;
1. Kayu Ribbu
2. Kayu Attei Porak
3. Uggla
Untuk mendirikan
sebuah uma, ada beberapa langkah persiapan (panarengan) yang
dilakukan, yaitu :
- Melakukan musyawarah untuk menentukan besar kecil uma baru,lokasi, dan waktu pelaksanaannya.
- Melakukan persiapan untuk mengumpulkan bahan-bahan makanan selama dalam pelaksanaan pembangunan uma, seperti mencari ikan dan mengolah sagu.
- Menasehati serta memberikan pandangan kepada anak-anak dan istri tentang hal-hal yang harus dijaga dalam tindakan selama dalam proses pembangunan uma.
- Berpantang diawali dengan pesta.
- Mencari bahan-bahan bangunan.
Adapun bahan-bahan
bangunan uma yang dipersiapkan adalah :
- Uggla (kayu)
- Kasou (nibung)
- Rotan (Sasa) sebagai pengikat penyambungan
- Karai (kulit kayu meranti)
- Klasau (bambu)
- Tobat (atap yang terbuat dari daun sagu yang dianyam)
- Pangakkak (sejenis rotan yang diraut halus untuk menganyam daun sagu menjadi atap)
- Baan lelengan (lantai dari pohon nibung tua yang dibelah)
- Pelege (sejenis rotan kecil untuk dijadikan pengikat)
- Dan kayu-kayu lain yang berkualitas.
Untuk
menentukan lokasi pembangunan Uma ada beberapa syarat, yaitu ;
1.
Ada sumber air;
2.
Tersedia tanah yang datar, rawa, bukit dan hutan sebagai tempat
berladang dan berburuh
3.
Lokasi tidak rawan banjir
Pantangan-pantangan
dalam membangun uma, sebagai berikut :
- Tidak boleh berbahasa kotor
- Tidak boleh marah
- Menjaga hubungan dengan istri (bagi anggota uma yang beristri)
- Tidak boleh makan makanan/buah yang asam
- Bagi kaum perempuan tidak diperbolehkan membuat api sore hari.
- Tidak diperbolehkan setiap hari mandi dengan rambut dibasahkan.
Dalam membangun uma
hal-hal yang paling diperhatikan adalah :
- Pembangunan bagian serambi tempat musyawarah yang biasa disebut laibokat.
- Panitikat yaitu bagian depan uma yang lantainya terbuat dari pohon nibung sebagai tempat pembantaian hewan untuk pesta serta kegiatan membuat tato dan meruncing gigi.
- Pintu Uma (sausau) yang terbuat dari kulit kayu (karai) dan sisi-sisinya dijepit pohon nibung yang sudah dibelah dan diukir.
- Abu (tempat memasak dan perapian)
- Jairabbak, ruangan yang sifatnya terbuka, tetapi dibagi tiga ruangan berbentuk panjang sebagai tempat tidur.
- Tempat posisi Jaraik, sikatsaila dan batu kerebau (lambang uma)
- Abak Manai, tempat menggantungkan tengkorak hasil buruhan
- Tempat tuddukat (kentongan yang terbuat dari kayu pilihan)
- Tempat posisi tidur kepala suku
- Posisi Sipangunan
- dan lain-lain.
Cara
memasang atap dalam pembangunan uma baru ada dua, yaitu :
1.
Siurep, yaitu dasar klasau dari belakang ke depan, dan;
2.
Silailaiakenen, yaitu sipemasang dari kiri ke kanan.
Selain
di atas hal-hal yang sangat penting diperhatikan dalam pembangunan
uma baru, yaitu cara
mendirikan
tonggak uma yang paling depan. Seperti gambar berikut di bawah ini!
Baibai
Sileunia
Kerebau
Siamakenen
Siriutek
Taddakat
Bujuk
Palettegat
Bentuk
uma ada dua macam, pertama, bentuk uma yang memakai serambi dan
diatapi. Kemudia bentuk kedua, bentuk uma tanpak serambi. Serambi
uma yang dimaksud adalah rumah kecil yang dibangun paling depan uma
tetapi tetap bersambungan dengan uma induk. Biasanya serambi ini
digunakan untuk tempat santai dan musyawarah oleh anggota uma.
Bentuk
Uma pertama
Bentuk uma ke dua.
Bangunan
lain disekitar uma adalah lalep, yaitu bangunan rumah yang lebih
kecil dari uma. Bentuknya hampir sama tetapi tidak ada benda-benda
atau temapt suci di dalamnya. Lalep ini ditempati oleh keluarga inti
(ayah, ibu dan anak-anak mereka). Kemudian rusuk, yaitu bangunan
kecil dari pada lalep yang terbuat dari bahan-bahan yang kurang
berkualitas (kayu atau bambu). Rusuk ini ditempati oleh para duda
atau janda. Selain itu ada Sapou, yaitu bangunan rumah kecil dari
pada rusuk yang dibuat di ladang sebagai tempat persiggahan atau
tempat istirahat setelah bekerja.
2.
Fungsi dan Peran uma bagi suku Mentawai
Dalam
kehidupan orang Mentawai khususnya penduduk desa Madobag di
Sarereiket, keberadaan Uma sangat penting. Uma mempunyai fungsi
penting sebagai wadah terjadinya interaksi sosial, seperti,
komunikasi, pendidikan, kebudayaan dan religius. Pendidikan di Uma
dilakukan secara lisan dengan berceritera dan praktek langsung.
Biasanya memberikan ilmu kepada anak, saudara, atau family disaat
melakukan aktivitas, seperti membuat rumah, sampan, berladang,
beternak dan lain-lain. Sipendengar tidak langsung mengingatnya. Hal
itu disadari juga oleh sipemberi ilmu. Maka sering terjadi
berulang-ulang memberitahukan ilmu kepada sipendengar. Setalah
sipendengar sudah menguasainya, ia pun menurunkannya kepada anak
atau saudaranya yang lain. begitu seterusnya. Itu makanya di
Mentawai sulit mencari bukti atau dokumen yang bersifat tulisan,
semuanya berada dalam ingatan.
Selain
fungsinya, uma juga berperan sebagai wadah kebersamaan, gotong royong
serta terbentuknya kebijakan-kebijakan adat yang dilaksanakan oleh
seluruh anggota uma tanpak kecuali. Untuk menjalankan fungsi serta
peran uma, maka ada pengurus uma (sienungake’ uma), seperti ;
1. Kepala Suku
(Sikautet Uma)
Uma
dihuni banyak anggota suku satu garis keturunan oleh karena itu perlu
ada pemimpinnya untuk mengorganisir anggota-anggota uma, seperti
kepala suku (sikeutet uma), Sipangunan/Sikamuri (pelaku pelaksana
kegiatan), dan Sipatalaga (penengah dalam kasus). Ketiganya dipilih
melalui musyawarah bersama. Untuk menjadi pemimpin suku ada beberapa
syarat-syaratnya, seperti berikut :
a. Bijaksana
mengambil keputusan atau memberikan sanksi;
b. Memiliki
sebuah kemampuan tertentu;
c. Sudah dewasa
umur 40 – 50 tahun
d. Tidak sombong
dan congkak;
e. Ramah tamah;
f. Mampu memberi
contoh yang baik ;
g. Pandai
berbicara;
h. Pintar
membaca sitasi dan kondisi alam;
i. Pintar
membaca kebutuhan uma dan anggota uma itu sendiri.
j. Mengetahi tata
cara ritual dan seluk beluk adat istiadat.
Di Mentawai
sebutan Kepala suku bermacam-macam. Kalau di daerah Siberut Utara
(Sikabaluan) kepala suku disebut Utek Uma. Di daerah Sikakap dan
Sipora disebut Rimata. Kalau di daerah Siberut Selatan kepala suku
itu biasa disebut “Sikautet Uma” . Sikautet Uma mempunyai fungsi
dan tugas sebagai pemimpin pengelolah utama dalam Uma beserta isi dan
kekayaan uma serta kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh semua
anggota dalam uma tersebut, seperti memimpin upacara adat dan
penimbang kebijakan.
Pengertian
Sikautet uma dengan Sikebbukat uma memiliki perbedaan. Kalau Sikautet
uma adalah seseorang yang dipih melalui musyawarah dan menjadi
pemimpin dalam suku. Sedangkan Sikebbukat uma adalah seseorang yang
tidak dipilih tetapi dianggap sebagai orang tua dalam uma yang
menjadi penasehat uma. Jadi Sikebbukat uma belum tentu seorang
pemimpin dalam uma dan yang menjadi pemimpin itu seseorang yang
dipilih melalui musyawarah di uma.
2. Pelaksana
Kegiatan (Sipangunan)
Dalam pelaksanaan
tugas seorang kepala suku, dibantu oleh bawahannya yang disebut
“Sipangunan”, yaitu pelaksana program atau aktivitas uma.
Sipangunan melaksanakan tugasnya ada dua kategori, pertama, atas
inisiatifnya berdasarkan musyawarah bersama, dan kedua, atas perintah
kepala suku. Sipangunan akan menggerakkan semua anggota uma dalam
kegiatan, seperti membuka lahan perladangan, beternak, membangunan
rumah, membuat sampan, berpantang, pesta adat dan lain sebagainya.
3. Penengah
(Sipatalaga)
Sipatalaga merupakan
penengah dalam mengambil suatu keputusan, terutama dalam bentuk
sanksi yang diberikan kepada seseorang yang melanggar aturan adat.
Sipatalaga melakukan tugasnya kalau ada persoalan adat, seperti
peminangan, pencurian, penganiayaan, pelecehan dan lain-lain.
B.
Ideologi Uma
Dalam
hal ini sangat perlu diketahui apa pengertian ideologi itu. Menurut
Kamus Bahasa Indonesia, ideologi adalah kumpulan konsep bersistem
yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan
tujuan untuk kelangsungan hidup.
Di
dunia banyak ideologi yang dimiliki oleh Negara yang akhirnya menjadi
pandangan hidup rakyat. Salah satu contohnya adalah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang memiliki ideology Pancasila. Akhirnya
Pancasila secara otomatis menjadi sumber dari segala sumber hukum dan
pandangan hidup bangsa Indonesia.
Berdasarkan
pengertian di atas akan disimpulkan bahwa ideologi itu merupakan
dasar pokok dalam berbangsa dan bernegara.
Pada
orang Mentawai terutama di uma memiliki sebuah ideologi yang menjadi
pandangan hidup dan secara otomatis menjelma menjadi aqidah untuk
mengatur segala bentuk aktivitas orang Mentawai. Adapun Ideologi bagi
suku Mentawai di Sarereiket yang dikenal dengan Umaisme. Ideologi ini
memiliki 5 (lima) unsur penting yang kemudian disingkat menjadi dua
suku kata dalam bahasa Mentawai, yaitu “Kek Mukera” yang artinya
“kalau dilarang.” Namun bahasa ini diangkat dari bahasa
Sarereiket (Madobag) di Siberut Selatan. Karena kajian dari pada
munculnya ideologi ini kebetulan di daerah Sarereiket tepatnya di
Desa Madobag kecamatan Siberut Selatan. Namun di Mentawai banyak
sekali bahasa yang berbeda sehingga bisa saja di daerah lain di
Mentawai tidak menerima singkatan dari pada enam unsur ideologi
tersebut di atas. Namun keenam poin unsure tersebut merupakan
ideologi keseluruhan suku Mentawai yang merupakan terapan dalam
kehidupan sehari-hari dan menjadi aturan (aqidah) dan kemudian
dijabarkan menjadi aturan (keikei/keikeijet). Adapun keenam unsur
ideologi orang Mentawai yang menjadi aqidah itu sebagai berikut :
1.
Kepercayaan
2.
Keadilan
3.
Musyawarah
4.
Kesimbangan
5.
Rahasia
Kiranya
unsur yang menjadi aqidah ini berjalan begitu saja yang sifatnya
inisiatif oleh orang Mentawai. Keenam unsur tersebut tidak dijabarkan
melalui tulisan melainkan dengan cara lisan yang diturunkan kepada
anak cucu atau kerabat dekat. Kalau diuraikan keenam unsur tersebut
akan menjadi sebuah aqidah yang mengatur pola dan tatanan kehidupan
orang Mentawai secara menyeluruh. Oleh karena itu secara garis besar
penjabaran umaisme sebagai berikut ;
1.
Kepercayaan
Mengenai
kepercayaan orang Mentawai telah memilikinya yang dikenal dengan
“Arat Sabulungan.” Kepercayaan ini bersifat animisme dimana semua
benda memiliki roh, seperti ; Sungai, laut gunung/bukit, hutan,
binatang, benda, kayu dan lain-lain. Seperti penilitian para
antropologi, bahwa pengertian dari pada Arat Sabulungan adalah adat
yang memiliki unsur alam. Artinya orang Mentawai percaya kepada alam
bahwa alam itu memiliki kehidupan bagi umat manusia dan diciptakan
oleh Tuhan (Ulaumanua).
3. Keadilan
Setiap tindakan
harus adil. Menyelesaikan masalah tidak memihak pada siapapun, yang
bersalah tetap bersalah, dan yang benar tetap benar. Kemudian membagi
sesuatu dengan merata atau adil tanpa memandang tua atau muda.
4. Musyawarah
B.
Uma sebagai Lambang Identitas dan kekuatan Suku Mentawai
Sejak dulu kala
nenek moyang orang Mentawai membuat rumah dari bahan-bahan kayu, dan
kulit kayu (karai) yang digunakan sebagai dinding serta atapnya
rumbia (tobat). Uma dibuat berbentuk panggung, besar dan memanjang.
Dalam membuat rumah (uma) orang Mentawai tidak memakai bahan-bahan
besi seperti paku, baut dan lain-lain.
Dalam membangun
sebuah rumah, nenek moyang orang Mentawai seperti yang disampaikan di
atas melakukan pantangan, yaitu menjaga diri mereka supaya tidak
tercemar selama dalam kegiatan. Sebelum mendirikan sebuah Uma anggota
uma akan melakukan musyawarah untuk memutuskan pelaksanaan kegiatan
yang dipimpin oleh kepala suku. Setelah itu anggota uma akan
mendapatkan tugas masing-masing dalam mencari bahan uma yang dipimpin
oleh Sipangunan yang merupakan pelaksana kerja. Bahan-bahan yang
diambil dari kayu pilihan yang sifatnya tidak cepat lapuk atau busuk.
Semua pekerja berpantang untuk menjaga keseimbangan dengan alam
dimana mereka bekerja agar tidak terjadi sesuatu hal yang tidak
diinginkan. Masing-masing kepala keluarga di Uma juga akan menyiapkan
babi untuk konsumsi pesta setelah umah siap dibangun.
Anggota uma yang
mampu melakukan kerja sama akan menghasilkan bentuk uma yang baik dan
kuat. Sehingga uma lain atau orang diluar suku kagum melihat uma yang
berdiri kokoh. Rumah yang bagus dan kuat melambangkan kekuatan suku
di Sarereiket. Hal ini, semakin kualitas pembangunan uma itu baik,
semakin banyak juga hewan piaraan disembelih (kekayaan uma). Setelah
uma selesai dibangun, diadakan kembali musyawarah untuk menentukan
kapan dilaksanakan pesta uma. Semua keputusan diambil secara bersama
yang difasilitasi oleh kepala suku. Kepemimpinan kepala suku tidak
bersifat otoriter, melainkan sebagai fasilitator dalam mengambil
suatu kebijakan secara bersama dengan anggota uma.
Uma yang baru
selesai dibangun akan dipestakan. Fungsi dari pada pesta (punen Uma)
adalah sebagai unkapan rasa syukur, kegembiraan dan keselamatan serta
kesejahteraan seluruh anggota uma. Adapun nilai-nilai yang terkandung
dalam pesta uma (punen uma) adalah kebersamaan, gotong royong dan
keadilan. Kemudian setelah pesta uma selesai perlahan-lahan di isi
alat-alat yang berhubungan dengan uma, seperti gendang yang terbuat
dari kulit ular dan wadahnya terbuat dari batang enau. Kemudian
gendang yang dibuat dari kayu, gong, panah, tombak, tameng, lambang
uma (jaraik) serta tengkorak-tengkorak binatang hasil buruan.
Kemudian uma juga dipasang semacam penangkal penyakit dan musibah.
Selain rumah adat yang dibangun juga dibuat rumah-rumah kecil di
dalam wilayah rumah adat. Rumah-rumah kecil ini disebut “sapou’
yang ditempati oleh satu kepala keluarga, tetapi tetap merupakan
anggota uma (rumah adat). Setiap ada kegiatan yang sifatnya umum,
mereka akan berkumpul bersama di uma. Itulah yang disebut system
pemerintahan di uma.
Sekarang uma tidak
sekuat dulu. Banyak uma di Sarereiket tetapi cara pembuatannya mulai
berubah-ubah. Uma dianggap identitas suku Mentawai karena tingkat
seni pembuatannya memiliki nilai yang unik yang berbeda dengan
suku-suku bangsa lain. Itulah kekayaan bangsa Indonesia yang memiliki
keberagaman budaya, bahasa dan adat-istiadat yang dijadikan sebagai
kekuatan bangsa.
C.
Ekonomi dalam Uma
Dahulu kala pada
zaman nenek moyang orang Mentawai perekonomian mereka bersifat
tradisional. Mereka membuka lahan dan menanam sagu, pisang, keladi,
durian kemudian hasilnya dijual atau dibarter kepada pedagang yang
tinggal di ibu kota kecamatan. Benda-benda yang biasa dibarter dari
hasil barter adalah, seperti parang, kampak, periuk, koali, korek api
dan lain sebagainya. Mereka juga tidak lupa membarter bahan-bahan
keperluan lain, seperti garam, ajinomoto, minyak tanah dan lain-lain.
Selain di atas mereka juga memanfaatkan hasil-hasil hutan untuk
dijadikan perekonomian uma, seperti rotan, manau, madu, dan damar.
Interaksi perekonomian terjadi antar uma satu dengan uma lain, serta
dengan para pedagang yang datang dari tepi.
Pada Tahun 1970
secara keseluruhan orang Mentawai belum begitu mengenal banyak dunia
luar sehingga peningkatan dalam perekonomian mereka sulit berkembang.
Hal ini disebabkan karena orang luar sulit masuk ke daerah Mentawai
karena akses transportasi belum memadai dan begitu juga sebaliknya
orang Mentawai sulit untuk keluar. Namun pada perkembangannya tahun
1999 Mentawai menjadi sebuah pemerintahan otonomi daerah sebagai awal
untuk memulai pembangunan di masyarakat, baik pembangunan yang
bersifat fisik maupun non fisik. Sekarang Masyarakat Mentawai
termasuk uma juga mulai menikmati pembangunan yang diberikan oleh
pemerintahannya sendiri melalui program-program pemberdayaan dibidang
pertanian, perkebunan, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya.
Selanjutnya
masing-masing uma juga mulai bersatu untuk meningkatkan sumber daya
manusia melalui pendidikan anak-anak mereka dan peningkatan
perekonomian dibidang pertanian, coklat, rotan, kelapa, cengkeh,
nilam dan lain sebagainya yang bisa dijadikan hasil untuk pemenuhan
kehidupan mereka.
D.
Nilai-Nilai Uma bagi suku Mentawai
1.
Nilai
Pendidikan
Seperti yang telah
disampaikan di atas bahwa uma merupakan tempat berinteraksi semua
anggota uma, sehingga menjadi sebuah wadah pendidikan bagi generasi
yang ada di dalam uma itu sendiri. Nilai-nilai uma sebagai dasar
dalam proses menjalankan hidup bagi anggota uma tanpa terkecuali.
Setiap orang tua akan memberikan didikan di uma dengan cara
menasehati dan menunjukkan suatu objek pekerjaan yang langsung
dipraktekkan agar sipenerima tidak cepat lupa apa yang telah
dijelaskan oleh orang tua.
2.
Nilai sosial
Sebagai tempat
berinteraksi semua anggota uma, kehidupan di uma selalu memiliki
sosial yang tinggi. Apa bila seseorang atau salah seorang anggota uma
sakit, sebagian akan berusaha mencari Sikere (ahli obat tradisional)
untuk mengobati yang sakit. Kemudian akan mengambil seekor babi dan
ayam sebagai syarat ritual pengobatan bagi Sikerei. Selain itu,
ketika seseorang pergi berburuh dan mendapatkan hasil buruhan, secara
bersama-sama menikmatinya. Apabila salah satu anggota uma kebetulan
tidak ada saat itu, akan disisikan jatahnya (otcai) sampai anggota
uma tersebut pulang. Sanksi pelanggaran terhadap nilai sosial menurut
kepercayaan di Uma adalah jatuh sakit karena roh-roh nenek moyang
yang tidak senang terhadap orang yang tidak peduli sesamanya.
3.
Nilai Persatuan
Tidak kalah
pentingnya adalah bahwa uma juga merupakan wadah persatuan seluruh
anggota uma di dalamnya. Persatuan dan kesatuan dalam uma sangat
dijunjung tinggi setiap kegiatan atau aktivitas yang dilaksanakan.
Berdasarkan persatuan akan muncul rasa kebersamaan dan kegotong
royongan dalam segala pekerjaan uma. Mengambil suatu keputusan harus
besama agar keputusan tersebut sesuai dengan kehendak bersama,
sehingga dalam menjalankannya tidak mendapatkan masalah diantara
anggota uma dan pemimpinnya.
4.
Nilai Religi
Setiap uma di
Mentawai memiliki sistem yang berbeda-beda dalam menjalankan
aktivitasnya. Tetapi kalau di Siberut Selatan terutama daerah
Sarereiket hampir sama caranya dalam melakukan upacara atau ritual di
dalam uma. Uma sangat sacral bagi orang Mentawai karena setiap
kegiatan baik pekerjaan maupun acara kepercayaan selalu dilaksanakan
di uma. Anggota uma sangat taat pada kepercayaan yang dianut, yaitu
“Arat Sabulungan”yang berarti kepercayaan terhadap dedaunan yang
bisa menyembuhkan manusia dari penyakit yang dideritanya. Kepercayaan
Arat Sabulungan identik dengan hubungan manusia dengan alam. Setiap
manusia harus mampu menjaga alam. Keseimbangan alam dengan manusia
sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga setiap anggota
uma memiliki inisiatif untuk melindungi alam. Salah satu contoh
inisiatif yang dimiliki oleh anggota uma adalah menanam pohon baru
dipinggir sungai agar tidak terjadi erosi ketika banjir. Inisiatif
dalam perlindungan alam yang dimiliki dulu mulai hilang pada generasi
sekarang ini. Apalagi sekarang Mentawai rawan bencana alam, oleh
karena itu setiap orang dituntut lebih memperhatikan lingkungan alam
yang ada disekitarnya. Itulah dasar kepercayaan di uma yang dijadikan
pengarah kehidupan di Mentawai.
E. Sikap Positif
generasi Mentawai terhadap budaya dalam uma
Uma
sebagai tempat terciptanya bermacam bentuk hasil karya dan memiliki
nilai fungsi dalam kehidupan di uma. Setiap hasil karya memiliki
fungsi dan arti tersendiri sehingga Mentawai kaya dengan karya-karya
di uma. Menciptakan hasil karya secara otomatis tercipta aturan yang
berhubungan dengan hasil karya itu sendiri. Salah satu contohnya
adalah Tuddukat , yaitu gendang yang terbuat dari kayu, dilobangi
dengan jumlah empat buah dan masing-masing berbeda ukurannya. Fungsi
dari pada benda tersebut adalah sebagai alat komunikasi untuk
memberikan tanda kalau uma mendapat hasil buruan dan memberikan tanda
kepada sanak-famili untuk kumpul. Selain itu juga berfungsi
memberikan tanda ada orang yang meninggal. Cara memberikan tanda
mempunyai aturan tersendiri, yaitu dengan cara memukul benda tersebut
dengan aturan-aturan nada yang sudah biasa didengar oleh orang lain
dan anggota uma itu sendiri. Sebagai generasi muda Mentawai harus
memiliki sikap dan pandangan positif terhadap budayanya sendiri
dengan cara menghormati, melindungi dan mempelajarinya agar budaya
tersebut agar tidak hilang begitu saja. Nilai budaya memberikan ciri
khusus bagi orang Mentawai sebagai identitas kepribadian orang
Mentawai. Generasi muda Mentawai tidak perlu merasa minder dan
membohongi dirinya sebagai orang Mentawai karena orang Mentawai kaya
dengan alam dan budaya yang dimilikinya sangat unik dari
budaya-budaya bangsa lain. Dalam era-globalisasi sekarang ini
pengaruh budaya asing sangat kuat. Mentalitas orang Mentawai juga
harus kuat supaya tidak terpengaruh dengan budaya-budaya lain. Namun
dalam hal ini bukannya tidak boleh memakai budaya lain tetapi
sebelummnya perlu dilihat dan dinilai apakah budaya asing itu sesuai
dengan budaya orang Mentawai. Memakai budaya orang lain juga perlu
hati-hati agar tidak terjadi penyalahgunaan budaya yang mengakibatkan
pemilik budaya tidak senang. Menjunjung nilai budaya sendiri
merupakan penghargaan terhadap hasil karya bangsa dan Negara dalam
mempertahankan kekayaan bangsa. Orang Mentawai harus lebih giat lagi
menciptakan karya-karya terutama generasi muda yang sekarang ini
mulai memiliki pendidikan tinggi. Contoh menghargai budaya sendiri
itu adalah mempelajarinya dan sekaligus mempraktekkannya dalam
pendidikan sehingga budaya Mentawai mampu menjadi sebuah pendidikan
dalam ilmu kependidikan.
- Keadaan Umum
Pada tahun 1970,
kepulauan Mentawai termasuk ke dalam pemerintahan Padang Pariaman.
Semua pemerintahan desa di Mentawai termasuk desa Madobag, di bawah
pimpinan Padang Pariaman saat itu. Tetapi ketika masa reformasi
(perubahan) lahir pada tahun 1999, lahirlah kebijakan Pemerintah
untuk meng-otonomi-kan Kepulauan Mentawai menjadi sebuah kabupaten
baru yang berdasarkan pada UU No. 49 Tahun 1999. Hal ini dilandasi
berkat perjuangan generasi Mentawai ke Jakarta untuk memohon kepada
Pemerintah supaya Kepulauan Mentawai menjadi sebuah daerah kabupaten
otonomi. Akhirnya Desa Madobag termasuk ke dalam wilayah Kecamatan
Siberut Selatan Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Untuk menuju daerah
tersebut dilakukan dengan melalui jalur transportasi sungai dan
memakai sampan atau spit boat. Posisi Desa Madobag berada di hulu
sungai Kecamatan siberut selatan dengan jarak tempuh 4 – 5 jam.
Posisi yang tidak strategis daerah tersebut kurang dikunjungi banyak
orang. Selain itu juga jalur transportasi darat masih tertutup
sehingga sulit terjadi interaksi dengan daerah lain terutama
kecamatan.
Keterpencilan desa
Madobag tidak mengendurkan semangat masyarakat dan generasinya untuk
bangkit memajukan daerahnya, salah satu cara adalah melalui wadah
pendidikan. Masyarakat yang dulu tidak mengenal pendidikan, sekarang
ingin menampilkan motivasi mereka lewat anak-anak mereka agar
mendapat pendidikan yang layak seperti di daerah lain.
Di hadapan daerah
lain, desa Madobag hanyalah daerah yang tidak maju dan tidak
mempunyai kehidupan ekonomi yang jelas yang layak dikelolah atau
dibangun. Setiap orang yang tinggal di hulu Sungai dianggap tidak
maju atau identik kolot.
Pada masa Orde baru
desa Madobag telah menjadi sebuah pemerintahan desa pada tahun 1972,
dan pada saat itu kepulauan Mentawai masih dibawah pemerintahan
Padang Pariaman. Segala urusan pemerintahan desa dilakukan di Padang
Pariaman, baik itu mengurus KTP maupun BANDES untuk pembangunan desa.
Masyarakat tidak mengetahui apa yang diperbuat oleh pemerintahan
desa, karena ada kekuatiran-kekuatiran tersendiri yang timbul dari
masyarakat sehingga mereka tidak terlalu ikut campur dalam control
pemerintahan. Justru pada saat itu masyarakat lebih patuh terhadap
perintah kepala desa, seperti kegiatan gotong royong yang
dilaksanakan desa, maka pihak polisi atau TNI dilibatkan dalam
kegiatan tersebut untuk mengantisipasi adanya masyarakat pembangkang.
Kepemimpinan Kepala desa hampir sama dengan system kepemimpinan
penguasa orde baru, maka ada kalanya dari pemimpin pusat sampai
kepala desa pada waktu itu disebut pemimpin otoriter. Jadi bukan
mantan presiden saja sebagai pemimpin yang otoriter melainkan juga
para kepala desa di masa orde baru menjadi otoriter.
Pada masa
kepemimpinan yang otoriter, masyarakat desa Madobag justru lebih kuat
dalam mengambil sikap gotong-royong, dengan cara mengikuti kehendak
kepala desa walaupun melakukan sesuatu dengan cara bersama. Tetapi
tidak diketahui apakah itu dari niat hati yang baik atau karena
terpaksa saja. Banyak mantan pemimpin di desa Madobag dalam tiap
organisasi masyarakat yang menyatakan bahwa pelaksanaan pembangunan
lebih banyak keterlibatan masyarakat dan tidak melihat materi (
Dana). Tetapi sekarang dengan melalui program Pemerintah yaitu
pelaksanaan pembangunan daerah pedesaan, maka pembangunan
dilaksanakan dengan melibatkan organisasi masyarakat (OMS), justru
pelaksanaan pembangunan tidak bersifat gotong royong, tetapi ukuran
uang.
- Budaya dan Pembangunan
Desa Madobag
merupakan salah satu daerah di Indonesia mempunyai kebudayaan yang
unik dan sampai saat ini masih dipertahankan. Kebudayaan itu bisa
dilihat dari segi penciptaan sesuatu yang bisa mengidentitaskan
kekhasan Mentawai, seperti menjadi seorang Sikerei, berladang,
beternak, membuat rumah dan sampan dengan memakai alat-alat yang
sangat sederhana. Hal-hal yang dilakukan tersebut di atas akan
menjadi sebuah hubungan harmonis antar sesama dan alam sekitarnya .
Melakukan sesuatu tidak dengan sekehendak hati melainkan melakukan
upacara kecil (ritual) sebagai symbol penghormatan kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan meminta izin agar tidak mendapat kendala dalam
pelaksanaan aktivitas yang akan berlangsung.
Kesadaran terhadap
lingkungan alam sangat tinggi karena landasan hukum alam yang
diyakini sehingga menjadi sebuah aturan dalam setiap tindakan.
Contohnya dalam kegiatan pembuatan ladang. Dalam mengelolah lahan,
masyarakat tidak melakukan pembakaran atau penebangan secara
besar-besaran. Tetapi pohon-pohon yang ada dalam lahan ditebang
dengan dua cara. Pertama, dilakukan penebangan yang dimulai dari
pohon-pohon kecil, sedangkan pohon-pohon yang besar dibiarkan atau
dibuka kulit pangkalnya supaya mati perlahan-lahan. Daun-daun serta
batang pohon dibiarkan membusuk untuk menjadi pupuk lahan. Kedua,
Semua pohon besar dan kecil ditebang setelah itu dilakukan reboisasi
dengan cara menanam durian atau tanaman tua sebagai tanaman pengganti
pohon-pohon yang telah ditebang. Dalam melaksanakan pengolahan lahan,
masyarakat Desa Madobag tetap melakukan upacara kecil dalam hal
penebangan kayu yang besar, karena menurut masyarakat dipohon
biasanya ada penghuninya dan ketika tidak dilakukan upacara
kemungkinan besar orang yang menebang pohon akan mengalami
kecelakaan. Dan apabila seseorang mengalami kematian yang tidak
wajar, atau ditimpah pohon atau mati akibat parang dan kampak,
masyarakat merasa resah karena jiwa yang bersangkutan akan
bergentayangan menggangu orang atau justru mencari tumbal. Jika
persolan ini terjadi, maka masyarakat atau pihak suku akan melakukan
perbaikan hutan. Mereka mencari orang yang ahli dalam mengembalikan
keharmonisan antara roh yang meninggal akibat kecelakaan di hutan
dengan masyarakat serta alam disekitarnya.
Masyarakat juga
memiliki inisiatif yang tinggi dalam perbaikan lingkungan alam.
Banyak yang dilakukan untuk menjaga alam supaya tidak memakan korban
jiwa. Seperti penanaman pohon baru dipinggir atau tepi sungai agar
tanah yang ada dipinggir atau tepi sungai tidak terjadi erosi. Hal
ini dilakukan supaya tidak terjadinya pelebaran pinggir sungai,
dangkalnya sungai dan banyaknya pohon-pohon yang tumbang masuk ke
dalam sungai sehingga menghambat arus transportasi melalui sungai.
Masyarakat masih memakai jalur transportasi sungai, sedang jalur
darat belum ada yang berhubungan dengan kecamatan dan daerah-daerah
lain. Hanya di tingkat desa Madobag sendiri sudah dimulai pembangunan
jalan tembus antar dusun melalui program pembangunan Desa (P2D) yang
dilaksanakan oleh organisasi masyarakat setempat (OMS).
Dalam segi
pembangunan sangat penting adanya suatu kebijakan pemerintahan desa
(Perdes) untuk melaksanakan roda pemerintahan sehingga terbentuk
ketransparanan terhadap masyarakat. Pembentukan kebijakan agar
pelaksanaan sistem pemerintahan desa sesuai dengan perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia dan azas otonomi daerah. Tetapi belum ada
suatu kebijakan dari pemerintahan desa untuk mengelolah desa secara
otonom. Pemerintahan desa masih berharap pembangunan yang diberikan
oleh Pusat melalui pemerintahan daerah (top down). Pemerintahan desa
harus melakukan musyawarah tingkat desa bersama Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) untuk merumuskan pembangunan serta kebijakan yang
diharapkan oleh masyarakat desa Madobag. Masih banyak hal-hal yang
perlu dilakukan pembenahan dalam pelaksanaan sistem pemerintahan desa
Madobag, seperti pelaksanaan hubungan kerja dengan BPD, lembaga Adat,
kepala dusun, pembentukan kebijakan pelaksanaan anggaran desa dan
fungsi serta peran tokoh-tokoh masyarakat yang berkompeten. Hubungan
kerja sama tersebut dijabarkan dalam Peraturan Desa. Maka dari situ
akan muncul penetapan Peraturan Desa tentang pengelolaan APB Desa.
Dalam keterlibatan
pembangunan lebih condong pada cara kesukuan. Dan ini merupakan
kebiasaan masyarakat yang arahnya kesistem fedeoalisme. Contohnya
dalam pembentukan OMS dan masyarakat akan melihat sukunya. Hal
seperti ini dimaksud agar pengaturan dan pelaksanaan pembangunan
lebih mudah diatur oleh anggota OMS. Tetapi dalam kenyataannya justru
lebih cenderung terjadi perselihan karena ketidak sepahaman cara
kerja melaksanakan pembangunan P2D. Dari situ dituntut kepala desa
mengambil kebijakan yang harus tidak merugikan masyarakat itu sendiri
dan pembangunan itu sendiri.
Munculnya
pembangunan di desa Madobag disambut dengan gembira oleh masyarakat
desa Madobag. Masyarakat merasa diperhatikan oleh pemerintah untuk
memajukan daerah terpencil. Tetapi ada juga masyarakat yang tidak
rela ketika pembuatan jalan dilaksanakan di atas tanah atau ladangnya
dan melakukan penuntutan dengan meminta ganti rugi diluar kemampuan
pelaksana pembangunan atau OMS dan pemerintah. Hal seperti ini bisa
menghambat pembangunan, karena tingkat pemahaman di masyarakat tidak
merata. Masyarakat juga tidak bisa dianggap salah karena bisa saja
sosialisasi pembangunan yang tidak dilakukan oleh pihak pemerintahan
desa, kecamatan ataupun kabupaten, sehingga masyarakat merasa haknya
dilanggar begitu saja.
Harapan Pemerintah
dalam pelaksanaan Pembangunan adalah supaya masyarakat betul-betul
terlibat, merasa memiliki, dan masyarakat yang lebih tahu keadaan
daerah, budaya dan adat–istiadatnya dalam melakukan pembangunan.
Kadang dalam
pelaksanaan pembangunan motivasi masyarakat hanya pada anggaran dana
pembangunan saja. Apalagi melalui OMS sehingga ada peluang masyarakat
mengelolah dana pembangunan. Mentalitas yang seperti ini akan
merugikan pemerintah dan masyarakat itu sendiri karena kualitas fisik
bangunan tidak sesuai bestek yang ditentukan. Kalau Pemerintah tidak
hati-hati, pembangunan itu sendiri bisa berdampak negatif. Maksudnya
bahwa pembangunan akan merubah budaya masyarakat yang sifatnya
kebersamaan, swadaya melalui gotong-royong menjadi budaya
materialistik. Ketika tercipta budaya materialistik di masyarakat
justru kedepan akan menjadi penghambat pelaksanaan pembangunan lain
yang sifatnya tidak ada anggaran dana, seperti pelaksanaan
pemberdayaan masyarakat oleh desa, BPD, para Sarjana atau Mahasiswa
atau tokoh-tokoh masyarakat lainnya.
3. Hukum dan Adat
Berbicara tentang
hukum dan adat adalah melihat satu konsep aturan, siapa yang diatur
atau apa-apa saja di atur dan sanksi akibat pelanggaran aturan. Tidak
ada satu pun definisi hukum yang tetap. Para ahli maupun sarjana
hukum mendefinisikan hukum bermacam-macam, namun secara singkat hukum
adalah suatu aturan yang mengatur tingkah laku manusia(individu antar
individu, kelompok, organisasi dll) dan mempunyai sanksi yang tegas
ketika dilanggar. Sedangkan hukum adat menurut Soepomo dan Hazairin
adalah “hukum yang mengatur terutama tingkah laku manusia Indonesia
dalam hubungan satu sama lain, baik yang merupakan keseluruhan
kelaziman dan kebiasaan (kesusilaan) yang benar-benar hidup di
masyarakat adat karena dianut dan dipertahankan oleh anggota-anggota
masyarakat itu, maupun yang merupakan keseluruhan peraturan-peraturan
yang mengenal sanksi atas pelanggaran dan yang ditetapkan dalam
keputusan-keputusan para penguasa adat yaitu mereka yang mempunyai
kewibawaan dan berkuasa member keputusan dalam masyarakat adat itu,
ialah yang terdiri dari lurah, penghulu agama, pembantu lurah, wali
tanah, kepala adat, hakim”.1
Seperti pengertian
hukum dan hukum adat diatas, sama-sama mengatur tingkah laku manusia
dengan tujuan agar keteraturan hidup dalam masyarakat lebih baik,
tentram dan damai. Tetapi baik pengertian maupun pelaksanaan hukum di
masyarakat pedesaan masih sangat sulit diungkapkan. Masyarakat tidak
mengetahui apa itu hukum materil dan hukum formal. Tetapi kata hukum
itu sendiri tidak asing kedengarannya di masyarakat, karena
masyarakat memakai hukum adatnya, namun masyarakat tetap tidak masuk
akal segala apa yang diatur oleh hukum (produk pemerintah) serta
implikasinya, justru masyarakat lebih percaya pada pelaksanaan hukum
adatnya. Bagi pandangan masyarakat desa hukum adalah adat yang
mengatur segala tingkah laku manusia. Namun pandangan tentang hukum
(produk pemerintah) hanyalah suatu hiasan hidup bagi orang-orang yang
mempunyai kekuatan (power) untuk melakukan sesuatu aturan yang
mengatur demi kepentingan kelompok atau individu. Oleh karena itu
sekuat apapun hukum di Indonesia masyarakat belum tentu memahaminya,
kecuali hukum adatnya.
Dari hal diatas bisa
dirangkumkan bahwa, pertama masyarakat pedesaan tidak terpengaruh
oleh hukum negara dalam segala aktivitasnya. Kedua, masyarakat
pedesaan tidak mengetahui adanya suatu hukum yang dibuat oleh
pemerintah tentang yang mengatur sesuatu. Ketiga, hukum hanyalah alat
tindak terhadap masyarakat yang tidak mampu. Pemerintah sebagai
pembentuk hukum belum mampu mensosialisasikannya kepada masyarakat
dipelosok. Kalau di perhatikan secara seksama bahwa kelemahan hukum
terletak pada fiksi hukum itu sendiri, yaitu anggapan bahwa
masyarakat telah mengetahuinya ketika produk hukum disahkan. Tetapi
pemerintah tidak memperhitungkan bahwa Negara Indonesia merupakan
Negara kepulauan dan sekian jumlah rakyat tersebar dipelosok daerah
belum tentu mengetahui apa yang dilakukan oleh pemerintah. Kemampuan
desentralisasi dan dekonsentrasi pun sangat lemah dalam tindakan
pendampingan mensosialisasikan hukum di pedesaan. Namun ketika
terjadi pelanggaran hukum oleh masyarakat pedesaan, masyarakat akan
diproses melalui hukum dan kemudian akan dihukum sesuai dengan
pelanggaran Pasal dan ayat yang ada dalam KUHP tetapi tanpak
disampaikan hak-haknya. Pada kenyataannya penyelesaian kasus di
Mentawai secara umum masih belum dilaksanakan sesuai dengan KUHAP
serta aturan pendukung lainnya, seperti UUD 1945 tentang hak asasi
manusia, UU tentang anti kekerasan dan lain-lain.
Penduduk desa
Madobag melaksanakan aktivitasnya sesuai dengan aturan adatnya.
Secara garis besar aturan adat sudah mencakup aturan yang ada dalam
KUHP hanya bedanya sistem penyidikan dan penyilidikan tidak
dilakukan. Kemudian perbedaan lain adalah penjatuhan vonis terhadap
pelanggar serta sanksi yang diberikan.
Dalam kehidupan
sehari-hari penduduk desa tetap memakai adat-istiadat atau aturan
adatnya, seperti pelaksanaan pesta pernikahan, pesta anak baru lahir,
serta pakaian yang bersifat kedaerahan tetapi tidak mewah. Selain itu
dalam adat yang dijaga adalah berbicara kepada ipar, adik ipar,
mertua dan saudari perempuan. Begitu juga sebaliknya mereka ini tidak
sembarangan bertindak diluar aturan adat, seperti tersenyum,
berpenampilan dan lain-lain. Aturan adat-istiadat lainnya adalah
menjaga bicara di hutan agar penghuni hutan tidak memberikan penyakit
(kisei). Kisei terjadi akibat suatu pelanggaran yang tidak
menghormati alam sehingga keseimbangan manusia dengan alam akan rusak
dan alam marah dan menebarkan bencana. Rahasia alam ada pada diri
manusia, bagaimana manusia itu sendiri mengetahuinya, tentu pada
akibat perbuatannya. Tibulnya suatu aturan adat yang mengatur
hubungan manusia dengan alam di Mentawai karena timbulnya akibat
sehingga alam bertindak memberikan suatu kekuatan yang tidak disangka
oleh manusia. Hal ini penduduk desa Madobag merasa trauma dan secara
tidak langsung perbuatan yang mengakibatkan kesimbangan alam dengan
manusia itu rusak tidak dilakukan lagi, justru menjadi suatu
pantangan (taboo) bagi penduduk desa.
Dalam pelaksanaan
sanksi hukum adat, tokoh adat atau tokoh masyarakat berperan sebagai
pelaksana untuk menetapkan sanksi yang diberikan kepada pelanggar.
Ada beberapa tingkatan sanksi yang berlaku di desa Madobag, yaitu,
sanksi ganti rugi, sanksi pengasingan dari masyarakat umum, dan
sanksi potong rotan (tippu sasa). Sanksi tippu sasa dilaksanakan
ketika pelaku lebih dari satu orang, dan tidak ada yang mengaku, maka
tippu sasa akan dilaksanakan atas kesepakatan terlebih dahulu. Sanksi
ini sangat berbahaya karena menyangkut nyawa akan hilang ketika
sipelaku tidak mengakui dan ikut serta dalam acara tippu sasa.
Sebenarnya aturan
adat perlu perlindungan secara formal dari pemerintah. Karena aturan
adatlah yang lebih dekat dan mudah sosialisasinya di tengah-tengah
masyarakat. Aturan adat juga merupakan hukum positif yang kemudian
difilter menjadi hukum Negara. Tidak cukup pernyataan yang
dicantumkan dalam aturan universal, tetapi perlu diatur secara khusus
kalau bukan Pemerintah, pemerintahan daerah pun harus memiliki
perhatian terhadap adat dan aturannya. Hukum adat tidak akan pernah
hilang, tetapi diperlukan penataan secara formal. Dimana masyarakat,
di sana ada hukum adat (ubi socitietas, ibu ius).2
Ini suatu kenyataan umum di seluruh dunia. Masyarakat adalah sesuatu
yang kontinu. Masyarakat berubah tetapi tidak dengan meninggalkan
sekaligus nilai-nilai yang lama. Melainkan walaupun ada perubahan,
masih juga hal-hal lama diteruskan.
FUNGSI DAN NILAI
ALAM
- Perekonomian
Seperti yang kita
ketahui bahwa alam adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa untuk
difungsikan dan dimanfaatkan oleh manusia sebaik-baiknya demi
kesejahteraan umat manusia itu sendiri. Dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pada Pasal 33, Negara juga
mengklaim bahwa ; bumi, laut, udara serta kekayaan yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh Negara untuk kesejahteraan rakyat. Ketika kita
ketahui keberadaan alam disekitar kita, keinginan untuk mengelolah
dan memanfaatkannya muncul pada diri kita. Tetapi sebagai manusia
keinginan itu lebih kuat dibanding kebutuhan yang selayaknya. Oleh
karena itu untuk mengelolah alam secara teratur dan bermanfaat, maka
Pemerintah membuat suatu aturan main seperti yang tercantum dalam
aturan yang telah disampaikan di atas. Selain itu masih banyak aturan
lain tentang pengelolaan alam yang dijabarkan secara hierarki dan
harus ditaati oleh seluruh rakyat Indonesia.
Beranjak dari
penciptaan dan pengaturan pengelolaan alam di atas, penduduk desa
Madobag hanyalah sekelompok masyarakat yang jauh dari pedalaman dan
masih membutuhkan perhatian Pemerintah untuk pembangunan daerah.
Kebijakan tradisional di masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan
alam sudah ada sejak masyarakat itu hidup di dalam lingkungannya.
Pemanfaatan alam sudah diatur sendiri oleh penduduk desa itu sendiri,
pertama, daerah perbukitan difungsikan untuk menanaman tanaman tua
(durian, lansat, nangka, bambu, dll). Kedua, daerah rimba difungsikan
berburuh untuk kebutuhan daging. Ketiga, daerah rawa difungsikan
untuk menanam sagu, keladi, padi, membuat tambak ikan. Keempat,
daerah dataran difungsikan sebagai tempat pemukiman dan menanam
pisang. Kelima, daerah sungai difungsikan sebagai alur transportasi
dan mencari ikan. Lima bentuk pengaturan di atas disebut sebagai
kearifan lokal yang dibentuk secara tidak langsung oleh penduduk
setempat.
Dalam memenuhi
kebutuhannya penduduk desa mengelolah lahan untuk bercocok tanam,
seperti nilam, coklat, pisang, kelapa, rotan, pinang dan kerajinan
tangan lainnya yang mempunyai nilai ekonomis. Alam dianggap sangat
penting dalam kehidupan penduduk desa karena memiliki sumber daya
yang tinggi seperti obat-obatan, binatang-binatang yang menjadi
buruhan untuk kebutuhan daging. Salah satu fungsi alam adalah
tersedianya kebutuhan penduduk di dalammya seperti rotan, manau, enau
hutan, udang di sungai. Kemudian adanya binatang seperti monyet yang
secara tidak langsung menaburkan biji manau dihutan. Masyarakat pu
memanfaatkan biji-biji manau untuk dijadikan bibit untuk ditanam
dilahan. Berarti alam sendiri mampu mengatur kehidupan yang ada di
dalamnya. Alam selalu hidup dan melakukan produksifitas untuk
kebutuhan manusia sepanjang tidak dirusak oleh manusia. Oleh karena
itu segalah bentuk dan hasil tersedia di alam dan dimanfaatkan oleh
manusia untuk kesejahteraan. Nilai alam adalah sebagai akses
penyedia, produktifitas dan sumber segala kehidupan yang dirasakan
oleh penduduk desa Madobag dikelolah secara tradisional tanpa dengan
alat-alat modern.
- Kesehatan Tradisional
Manusia hanyalah
ciptaan yang mengandung unsur nyawa. Manusia bukanlah besi atau
semacam robot yang mempunyai kekebalan tetapi tidak memiliki jiwa,
roh, akal budi, inisiatif, dan perasaan atau rasa. Manusia merasa
memiliki segalanya tetapi tidak memiliki kekebalan tubuh dan jiwa.
Berdasarkan di atas
penduduk desa sejak dulu telah mengantisipasi dengan lahirnya
Sikerei-sikerei sebagai pelaksana pengobatan di kampung. Penduduk
yakin bahwa tubuh dipengaruhi oleh cuaca alam, makanan, pakaian atau
hal-hal lain yang bersifat fisik sedangkan kondisi jiwa dipengaruhi
oleh perasaan dan roh3,
seperti perasaan sedih (belek baga) dan ketcat. Maka dengan dasar itu
manusia mencari obat penawar di alam. Bagi penduduk desa Madobag
mempunyai pandangan tersendiri mengenai kesehatan, yang penting jiwa
tidak meninggalkan raganya dan hati atau perasaan merasa nyaman dan
tenang. Jadi jiwa manusia tidak memiliki kekebalan terhadap situasi
yang tidak memungkinkan. Ketika seseorang sakit Sikerei akan
melakukan pengobatan atas dasar dipanggil oleh yang bersangkutan atau
keluarga. Sikerei pun akan mencari obat di hutan dan memetik
bunga-bunga, dedaunan, akar-akaran untuk dijadikan obat. Penduduk
merasa yakin akan kemampuan sikerei karena terbukti sembuh. Tetapi
untuk sekarang ini penduduk atau masyarakat memanfaatkan wadah
pengobatan yang disiapkan oleh pemerintah. Cara yang digunakan
adalah, ketika sakit mereka melakukan pengobatan tradisional.terlebh
dahulu, tetapi kalau tidak ada perubahan mereka baru pergi
kepuskesmas atau posyandu.
Disisi lain banyak
para ahli memanfaatkan alam dengan cara melakukan penelitian untuk
mencari dan menciptakan obat, kemudian mereka menyebarkannya ke
masyarakat dengan nilai uang. Pemerintah pun bertindak sebagai
pelaksana dalam konsep pelayanan kesehatan masyarakat. Tindakan
pemerintah terbukti dengan menyebarkan orang-orang kesehatan di
setiap daerah, terutama daerah terpencil, termasuk desa Madobag.
Dalam hal ini ada satu konsep yang sangat penting untuk dilakukan,
seperti melakukan kolaborasi antara pihak pemerintah (puskesmas)
dengan pelaku pengobatan tradisional di kampung. Agar lebih terjalin
kerja sama yang baik perlu suatu aturan PERDA sebagai landasan dalam
melaksanakan program pelayanan kesehatan serta keterlibatan
masyarakat tradisional dalam medis.
Selanjutnya untuk
menjaga supaya tidak terjadinya pengklaiman medis tradisional oleh
pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab sangat perlu pemerintahan
daerah membuat perlindungan obat tradisional Mentawai.
PENDIDIKAN
- Penduduk
Penduduk Desa
Madobag kalau didata secara detail berjumlah lebih kurang 1600 jiwa.
Tetapi hasil data pemilihan legislative tahun 2009 berjumlah 800 jiwa
pemilih. Warga desa Madobag merupakan penduduk asli dan selain itu
juga ada guru dan petugas kesehatan yang datang dari daerah lain,
seperti etnis Minang, Nias dan dari daerah tetangga. Rata-rata
penduduk desa Madobag tingkat pendidikan orang tua tidak sekolah,
kemudian sebahgian kecil ada yang tamat sekolah dasar (SD). Tetapi
sekarang generasi muda rata-rata tingkat pendidikannya sudah sampai
SMP, SMA, dan ada juga sarjana walaupun tidak banyak.
- Orang hulu
Orang Hulu merupakan
slogan untuk penduduk yang tinggal di hulu sungai Muara Siberut. Kata
“orang Hulu” sering kita dengar ketika orang Sarereiket datang ke
Muara Siberut Selatan dengan sampan dan didalam sampan berisi
bahan-bahan makanan, seperti sagu, keladi, pisang, bambu dan
lain-lain, dan melakukan interaksi dengan orang pendatang seperti
Minang, Batak, Jawa, Nias. Orang Sarereiket pergi ke Muara Siberut
mencari ikan, dan membeli kebutuhan sehari-hari dengan menjual hasil
kebun atau pertanian mereka,
Kata orang hulu juga
mempengaruhi mentalitas orang Sarereiket dan merasa asing berada di
Muara Siberut. Generasi muda pun seperti anak SMP dan SMA dari
Sarereiket tidak berani tampil dengan talenta yang dimilikinya karena
rasa minder, atau tidak berani bertanya pada guru di kelas. Dalam hal
ini secara tidak langsung para pendatang telah menguasai tempat atau
titik strategis baik dalam segi ekonomi, kesehatan dan pendidikan
karena biasanya pusat pembangunan di Mentawai lebih terfokus di
Kecamatan.
Masyarakat yang
tinggal di hulu sungai di wilayah Mentawai identik dengan ketidak
majuan dalam segala apek pembangunan. Masih banyak daerah yang belum
disentuh pembangunan yang layak. Pada masa orde baru hampir semua
daerah yang berada di hulu Sungai tidak kebagian pembangunan,
seakan-akan daerah seperti itu dibiarkan termajinal. Jarang program
pemerintah untuk membangun masyarakat di daerah tersebut, walaupun
program pembangunan daerah tertinggal itu pernah ada. Banyak alasan
tidak masuknya pembangunan di sana seperti daerah desa Madobag
terlalu jauh dari Kecamatan sehingga orang enggan masuk disana.
Tetapi program desa tertinggal akhirnya di buktikan oleh Pemerintah,
kira-kira tahun 1990 Departeman Sosial pernah melaksanakan
pembangunan perumahan desa tertinggal. Para petugas DEPSOS
ditempatkan di desa untuk mengontrol pelaksanaan pembangunan
perumahan. Pada tahun 1997 masyarakat desa Madobag terpaksa
berhadapan dengan para hakim Pengadilan Negeri di Padang dengan kasus
perekayasaan luas tanah sosial yang diklaim oleh pihak petugas yang
sebenarnya luas 36 hektar menjadi 360 hektar. Melalui Lembaga Bantuan
Hukum di Padang Masyarakat menuntut pihak DEPSOS dan akhirnya
dimenangkan oleh masyarakat Desa Madobag. Pada Masa orde baru tidak
dipungkiri bahwa hak-hak masyarakat akan hilang oleh pembangunan.
Tetapi bukannya masyarakat tidak ingin dibangunan tetapi pelaksanaan
pembangunan mesti sesuai dengan nilai-nilai budaya dan Pancasila.
Setiap pembangunan tidak mampu mengangkat harkat dan martabat
masyarakat sehingga adakalanya masyarakat menolak pembangunan yang
tidak layak mereka pandang dalam kehidupan mereka.
Di sisi lain pihak
lembaga gereja pun tidak mampu berbuat apa-apa, padahal umat di desa
Madobag hampir 100% dan umat selalu mengumpulkan uang pembangunan
(suppit) setiap minggunya dan disetor ke Paroki tetapi dana itu
dipergunakan tidak jelas. Sepertinya system otoriter orde baru hampir
sama yang dilakukan oleh lembaga gereja tanpa ada pertimbangan sosial
yang jelas. Masyarakat hanya mampu menjalankan system yang ada dan
tidak bisa berbuat apa-apa. Gereja hanya symbol belaka tidak mampu
mengangkat persoalan yang ada di umat/masyarakat. Gereja bersifat
statis, kaku dan tidak toleran. Para pemimpin gereja di tingkat desa
berpatokan pada aturan hierarki gereja dan aturan main Paroki.
Sayangnya para pemimpin tersebut ikut kaku dalam berbagai persoalan
di umat. Dalam meningkatkan pembangunan serta keterlibatan umat
perlu ada beberapa kewenangan yang diberikan oleh lembaga gereja yang
tertinggi kepada gereja-gereja di daerah, salah satunya adalah
seperti kewenangan mengambil kebijakan pembangunan. Tetapi program
pembangunan ditingkat lembaga Gereja tertinggi harus jelas, kalaupun
ada, pihak Paroki juga mesti konsekuen.
Tahun1999 Kepulauan
Mentawai menjadi sebuah Kabupaten otonom yang berdasarkan pada UU No.
49 Tahun 1999. Masa ini adalah suatu kesempatan bagi masyarakat
Mentawai untuk mengekspresikan diri untuk terlibat dalam berbagai
pembangunan dan merasakan pelayanan pemerintahan sendiri. Sebelum
reformasi, desa Madobag dianggap banyak orang adalah “kolot”,
tidak tahu kemajuan. Masih banyak orang di sana yang memakai cawat
dan tidak memakai baju. Anggapan orang seperti ini tidak juga bisa
disalahkan, karena memang kemajuan itu bisa dilihat dari segi
kebudayaan, sosial dan daerah. Tetapi ukuran kemajuan itu belum tentu
juga dimiliki oleh orang-orang yang berpandangan majemuk terhadap
masyarakat di desa Madobag. Ada satu kalimat yang mengidentikan
masyarakat desa Madobag kearah tidak maju, yaitu; “ orang hulu “.
Orang hulu berarti sekelompok manusia yang tinggal dan hidup di
hulu-hulu sungai, tidak pernah keluar, miskin, tertutup dan tidak
mengenal kemajuan. Hal ini dilihat karena penampilan individu dan
bentuk serta letak daerah yang jauh dari keramaian. Bagi masyarakat
desa Madobag kekayaan dan kemajuan itu adalah melakukan peran
hidupnya dengan merdeka tidak dipaksa. Kekayaan masyarakat Desa
Madobag tidak diukur dari segi rumah yang mewah atau banyak uang,
tetapi dengan memiliki ketenangan hidup tanpa ada yang mengintimidasi
- Kehidupan sehari-hari Masyarakat
Setiap manusia
selalu beraktivitas untuk mencari nafkah dalam memenuhi kebutuhannya
sehari-hari. Begitu juga kehidupan masyarakat desa Madobag yaitu
berkebun, beternak, mengolah sagu untuk dikonsumsi. Masyarakat
bekerja di ladang dari pagi sampai sore. Ladang yang dimiliki jauh
dari perkampungan sehingga memakan banyak waktu berjalan menuju
ladang. dalam satu ladang mencakup beragam tanaman, seperti durian,
nangka, langsat, pisang, sagu dll. Jadi setiap pergi ke ladang
bekerja, tanaman dibersihakan secara keseluruhan. Kadang masyarakat
tinggal di ladang dengan menghuni pondok-pondok kecil yang telah
dipersiapkan. Membawa semua anggota keluarga untuk tinggal di dekat
ladang atau ternak. Lama mereka di sana sampai satu minggu dan
malahan ada yang bertahun-tahun. Kadang-kadang mereka turun ke
kampung hanya untuk hal-hal yang penting saja, seperti membeli
kebutuhan-kebutuhan, rapat pemerintahan desa atau gotong royong, dan
pemilihan umum.
Untuk kaum ibu-ibu,
mereka membantu suami bekerja di ladang. Selain itu mereka juga
mencari ikan disungai pada malam hari dengan cara pakai obor dan
tangguk. Kalau siang hari yang mencari ikan adalah anak-anak
perempuan bersama ibu mereka dengan memakai alat tangguk kecil.
Letak desa Madobag
sangat dekat dengan hutan, masyarakat lebih cenderung kehutan atau
memanfaatkan sumber daya hutan. Pada zaman pemerintahan orde baru
masyarakat desa Madobag tidak banyak mengenal ekonomi. Pemanfaatan
sumber daya hutan tertuju pada rotan dan manau. Rotan dijadikan tikar
dan dijual di kecamatan dengan harga murah Rp. 5000,- sedangkan manau
dijual perbatang dengan bermacam ukuran, juga murah. Kalau musim
durian masyarakat cenderung menjual durian dengan sampan, mereka
pergi ke kecamatan, tetapi tetap harga murah. Adapun pemanfaatan
hasil jual oleh masyarakat digunakan kebutuhan sehari-hari seperti,
korek api, minyak tanah, rokok, dan garam. Setelah belanja kembali
lagi ke kampung dan melanjutkan pekerjaan yang ditinggalkan selama di
Kecamatan. Bahan-bahan yang dibeli dibawa ke ladang untuk kebutuhan
sehari-hari.
- UMA
Pengertian Uma
terbagi dua, yaitu ; pertama, uma untuk sebutan marga, dan kedua, uma
yang biasa disebut rumah adat. Uma untuk sebutan marga biasanya
digunakan ketika dua orang bertemu yang beda marga dan menanyakan
“apakah nama uma anda ?” Sedangkan pengertian kedua, uma
merupakan sebutan rumah adat yang bentuknya besar dan memanjang. Uma
Adalah kumpulan atau tempat orang-orang berinteraksi sosial.
Dalam kehidupan
orang Mentawai khususnya penduduk desa Madobag, keberadaan Uma sangat
penting. Uma mempunyai fungsi penting sebagai wadah terjadinya
interaksi sosial, seperti, pendidikan, kebudayaan dan religius.
Pendidikan di Uma dilakukan secara lisan melalui cara berceritera dan
praktek langsung. Biasanya untuk memberikan ilmu kepada anak,
saudara, atau family disaat melakukan aktivitas, seperti membuat
rumah, sampan, berladang, beternak dan lain-lain. Sipendengar tidak
langsung mengingatnya. Hal itu disadari juga oleh sipemberi ilmu.
Maka sering terjadi berulang-ulang memberitahukan ilmu kepada
sipendengar. Setalah sipendengar sudah menguasainya, ia pun
menurunkannya kepada anak atau saudaranya yang lain. begitu
seterusnya. Itu makanya di Mentawai sulit mencari bukti atau dokumen
yang bersifat tulisan. Namun bentuk Uma diseluruh kepulauan Mentawai
bermacam-macam motifnya.
Biasanya Uma dihuni
banyak anggota klaen dan dikepalai seorang kepala suku. Kepala suku
dipilih melalui musyawarah bersama. Untuk menjadi kepala suku ada
beberapa syarat-syaratnya, seperti :
a. Bijaksana
mengambil keputusan atau memberikan sanksi;
b. Memiliki banyak
ternak (babi) yang dianggap cukup banyak;
c. Memiliki sebuah
kemampuan tertentu;
d. Tidak sombing
dan congkak;
POTENSI PARIWISATA
Potensi pariwisata
dan daya tarik desa Madobag antara lain adalah kebudayaan. Kebudayaan
sangat khas dimana penduduk mempunyai tradisi yang unik. Wisata
budaya yang dapat dinikmati adalah kehidupan seharian penduduk dan
Sikerei. Aktivitas seperti menyagu, berburuh, memancing, meramu racun
panah, membuat cawat, tato, upacara adat, ritual pengobatan Sikerei
yang merupakan daya tarik wisata di daerah desa Madobag. Kemudian
belum lagi potensi alam yang dimilikinya, seperti air terjun
Kulukubuk, Gua goiloggo, binatang serta burung endemic yang menjadi
cirri khas alam desa Madobag.
AKSES WISATA
Pemerintah sudah
mulai membuka jalan darat semua daerah, terutama di desa-desa. Salah
satunya adalah Desa Madobag dimana tahun 2009 ini jalan antar dusun
akan tembus oleh pembangunan P2D mandiri. Dengan adanya jalan beton,
maka para wisatawan mudah mencapai air terjun Kulukubuk. Hanya
kesulitannya adalah akses di luar desa tidak ada seperti fasilitas
komunikasi untuk membuka atau mempromosikan daerah wisata. Biasanya
turis masuk dibawa oleh pemandu dari Padang atau Bukit Tinggi dan
masyarakat akan membantu dengan cara berburuh atau mengangkat
barang-barang turis.